Monday, January 19, 2009

PENYIMPANGAN HAJI DI AKUI MENTERI AGAMA


JAKARTA – Indikasi adanya penyimpangan yang dilakukan sejumlah oknum dalam penyelenggaraan haji 2008 tak sekadar isapan jempol. Menteri Agama M. Maftuh Basyuni mengungkapkan, pascaevaluasi nanti pihaknya memberikan sanksi yang sepadan bagi mereka. Bahkan, dia berjanji tidak akan pandang bulu dan mengambil tindakan yang tegas, termasuk kepada pegawai Departemen Agama yang terlibat.
   ’’Akibat pelanggaran dan penyimpangan, masyarakat yang menjadi korban,’’ kata Menag setelah menghadiri Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Haji 2008 di Jakarta kemarin.

Menurut Menag, dalam penyelenggaraan haji yang baru selesai itu tercatat sejumlah kasus penyimpangan. Di antaranya, pendaftaran lintas provinsi secara tidak sah yang mengakibatkan hampir dua ribu pendaftaran haji dibatalkan oleh pemerintah daerah setempat. Selanjutnya, keberangkatan haji menggunakan paspor orang lain dan ratusan jemaah haji khusus yang terjebak di Bandara Kuala Lumpur hingga beberapa hari. ’’Saya juga prihatin dan menyayangkan masih bermunculannya orang-orang yang tidak bertanggung jawab memberangkatkan jamaah di luar sistem yang sudah diatur dalam undang-undang,’’ kata Maftuh.

Pada bagian lain, jamaah haji harus bersabar untuk menerima pengembalian sisa biaya penerbangan. PT Garuda Indonesia masih menghitung untung rugi dalam pengangkutan haji 2008 sebelum mengembalikan selisih pembelian harga avtur kepada seluruh jamaah.

Maskapai pelat merah itu memprediksi akan memperoleh keuntungan dalam memfasilitasi penerbangan haji. Sebab, harga avtur saat penetapan biaya komponen penerbangan mengalami kenaikan, tetapi saat pemberangkatan harga avtur rendah. ’’(Biaya) pengangkutan haji 2008 kemarin belum selesai dihitung. Kami harapkan untung,” kata Dirut PT Garuda Emirsyah Satar di sela peluncuran Garuda Indonesia Online Booking di Hotel Grand Hyatt, Jumat (16/1) lalu.

Emirsyah lantas membandingkan untung rugi dalam pengangkutan haji 2007. Saat itu, lanjut Emirsyah, PT Garuda menderita kerugian besar. Sebab, penandatanganan kontrak penerbangan ditetapkan berdasarkan harga avtur yang rendah, tetapi ketika terbang, harganya tinggi sekali. Emirsyah juga menyebut, kerugian yang harus ditanggung Garuda pada 2007 hampir Rp 200 miliar.

Ditanya apakah permintaan agar sisa keuntungan pada penerbangan haji 2008 akan dikembalikan ke jamaah, Emirsyah menolak menjawab. ’’Itu tanyakan ke Departemen Agama sajalah. Daripada kasih banyak pendapat, jadi pusing saya,” tukasnya.

Depag sendiri segendang sepenarian dengan Garuda. Direktur Pengelola Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji (BPIH dan SIH) Abdul Ghafur Djawahir mengatakan, keuntungan tidak otomatis langsung dikembalikan kepada jamaah. Sebab, itu terkait klausul kontrak yang disepakati antara Depag dan PT Garuda. ’’Ini bukan masalah ada sisa uang jamaah atau tidak, melainkan masalah bisnis yang ada perhitungan untung rugi,’’ ujar Djawahir. ’’Nanti kalau perhitungan sudah tuntas, akan kami minta agar disampaikan secara terbuka kepada publik,’’ sambungnya.

Menanggapi hal itu, Emir menegaskan, tarif ongkos haji ditentukan dengan sangat transparan. Ada rapat yang dihadiri tim Depag, DPR, dan pihak maskapai. Dengan demikian, dia menolak jika penentuan kontrak haji dengan maskapai dikatakan tidak transparan. ’’Kami hanya menjalankan,” tambahnya.

Saat ini, lanjut dia, PT Garuda masih menunggu billing (tagihan) pembelian avtur dan landing fee (biaya pendaratan) dari bandara haji di Jeddah dan Madinah. Belum lagi beberapa biaya lain yang tidak dianggarkan ternyata harus dikeluarkan Garuda. Dia menilai, pengangkutan haji bukan bisnis utama Garuda. ”Haji hanya menyumbang kecil. Pendapatan dari haji cuma USD 150 juta, revenue total Garuda USD 1,5 juta jadi kan cuma 10 persen,” jelasnya.

Wakil Ketua KPK Haryono Umar memahami tidak bisa dikembalikannya dana turunnya harga avtur tersebut. Bahkan, lembaga antikorupsi itu tidak menemukan kejanggalan jika hasil rasionalisasi pembelian avtur tidak dikembalikan kepada jamaah haji. ”Memang tidak ada perjanjian untuk mengembalikan. Jadi kontrak harus dicermati lagi,” jelasnya.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku kecewa dengan sulitnya pengembalian biaya avtur tersebut. Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan mengungkapkan, pihaknya tengah membahas gugatan class action kepada pemerintah. ”Kami mempertimbangkan mengajukan gugatan class action. Sekarang kami menghimpun para jamaah,” jelasnya. Saat ini, dirumuskan gugatan tersebut oleh para lawyer dan bidang hukum ICW.

Ada dua alasan tentang pengajuan gugatan itu. Yang pertama, kata Ade, minimnya political will pemerintah. ”Pemerintah yang menyelenggarakan haji seharusnya tanggap. Sebab, dana yang bisa dikembalikan juga sangat besar, Rp 5 juta per jamaah,” ungkapnya. Yang lain, pemerintah selalu beralasan tidak adanya perjanjian soal pengembalian dana tersebut. (zul/wir/git/agm)

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 Comments:

Post a Comment

online counter
top